Aku suka kopi, gak inget sejak kapan mulai sukanya yang jelas yang bisa kukatakan adalah semenjak aku masih kecil, seinget-ingetku keluargaku senang minum kopi di pagi hari.
Sejak saat itu cairan gelap ini tak pernah berhenti mencintaiku. Aku terperangkap, tak mampu untuk berhenti dan selalu mau lagi, mau lagi. Sekali seruput, dua seruput, seruput sini- seruput sana, terjerat, terjalin, tak mampu untuk melepaskan diri dan jatuh…semakin jatuh…sebegitu dalamnya.
Jadi aku memang peminum kopi, menyukai cairan ini dalam segala bentuk dan rupa. Aku bisa hanyut oleh harumnya secangkir Godiva, si Kopi Belgia di pagi hari. Dia sering membangunkanku dari tidur. Bercangkir-cangkir cafe late tanpa gula sepanjang hari, mereka membelaiku dan membuat hari-hariku terlalui. Secangkir Cappuccino yang hebat di sore hari, dua tembakan Espresso pada saat senja dimana zona bumi Jakarta menjadi gelap dan semua kegelapan menjadi berkabut. Pada saat malam turun dan semua mahluknya mulai terlihat di ufuk timur aku merasa menjadi bagian dari mereka.
Aku menyukai cairan gelap ini sampai pada titik aku akan hancur jika suatu hari dia harus meninggalkanku. Aku akan melepaskan minuman yang lain jika si cairan gelap ini bisa bersamaku seterusnya. Perasaan yang tertinggal sesudah menyeruput Kopi Luwak
(liar ataupun tangkar) saat malam menyentuh tanah. Pada saat malam berakhir, aku akan selalu balik kembali pada secangkir kopi murah dengan merek keluarga, kopi khusus dari daerah Kotamobagu, Sulawesi Utara. Aku bahkan senang dengan campuran rasa jagung didalamnya.
Di akhir minggu keadaan akan sedikit berbeda, aku cenderung untuk memilih kopi yang lebih keras karena tidak ada keharusan untuk bangun pagi dan kerja. Aku akan memilih kopi dengan sedikit alkohol didalamnya seperti Irish Kopi sambil mendengarkan musik di cafe ataupun di rumah. Pada saat saya merasa hati ringan dan perasaan senang dengan rasa humor yang tinggi maka saya akan memilih secangkir Caramel Machiato, dengan rasa manisnya bermain bersama lidahku.
Aku menyadari tak seorangpun akan mengerti obsesiku dengan cairan hitam ini, aku terpaksa harus mengurangi meminumnya sejak 2-3 tahun terakhir ini karena teman-teman dan keluargaku akan selalu mengingatkanku soal kesehatan. Akan tetapi seperti yang selalu akan dikatakan oleh almarhum Opa yaitu orang menjadi sakit dan meninggal karena berbagai sebab, jangan biarkan orang mengatakan padamu hanya karena satu sebab saja. Beliau meninggal pada usia yang senja yaitu 87 tahun, seorang pencinta kopi juga.
Kalian tahu ada pasar kopi di Pasar Cikini, Jakarta Pusat yang menjual berbagai macam kopi asli ataupun biji kopi dengan harga murah. Aku pernah beli kopi disitu beberapa kali dan membeli berkantung kantung arabica ataupun robusta dan bisa juga digiling disitu. Kita bahkan dapat menemukan luwak dengan persentase orisinal yang tinggi disitu. Aku akan kesana lagi dalam waktu dekat ini karena kebetulan sudah kehabisan stok.
Begitulah percintaanku dengan cairan gelap ini, terkadang bisa sangat menakutkanku karena dia membuat jantungku berdebar lebih cepat dan bisa menjadi begitu liar saat aku terlalu dekat dengannya atau minum terlalu banyak. Tapi dia juga sering menghangatkanku dihari-hari saat kenyataan kehidupan menghantam terlalu keras dan semangat menjadi lemah. Saat musim hujan seperti ini, saat bumi di bagian sini menjadi basah dan lalu lintas menjadi sangat buruk aku akan minum lebih banyak lagi cairan ini.Aku akan mencium harumnya secangkir robusta yang barusan di seduh dan merasa telah mencapai kepuasan. Cairan ini mem buat hariku senang dan membuatku merasa bersyukur pada Maha Pencipta yang telah menciptakan tanaman penghasil kopi.